Rabu, 21 Desember 2016

Kasih adalah Ujian Akhir dari Agama.. Billiy K,. Aku, Diriku dan Kebajikan

Kasih itu menerima. Salah satu kesulitan dalam kehidupan manusia adalah tidak bisa saling menerima mengapa? Karena kita selalu mendapati bahwa sesama kita memiliki kelemahan yang kita tidak suka, yang mengganggu kita. Namun, jangan lupa , kita pun memiliki kelemahan yang mengganggu orang lain. Orang yang hanya peka atas ketergangguaan pribaidnya saja sesungguhnya belum memiliki kedewasaan dalam kerohaniannya. Sebailknya mereka dapat menerima sesamanya bukan karena menyenangkan, namun karena kekuatan kasih Allah terlebih dahulu menerima dia.
Jika Allah saja menerima, masakan kita tidak menerima? Dan bukan hanya itu, kita sendiri juga diterima Allah bersama dengan segala kekurangan kita, mengapa kita tidak mau menerima orang lain dengan kekurangan mereka? Mereka yang sulit menerima sesamanya hanya menyatakan betapa dangkalnya pemahaman diri mereka tentang penerimaan Tuhan atas diri mereka sendiri.
Kasih mencapai kepenuhannya melalui pengampunan. Hanya kasih yang telah menjelajah ke hati yang terluka dapat disebut sebagai kasih yang sesungguhnya.
Yesus bukan hanya terluka, DIA bahkan mati di atas kayu salib. Di situ Allah menyatakan kasih NYA kepada kita, bukan karena kita hidup berbakti kepada NYA, melainkan dalam keadaan kita membunuh Yesus. Ya, dosa-dosa kita telah membunuh Yesus di atas kayu salib! Allah menyatakan kasihNYA kepada kita ketika kita masih berdosa. Inilah yang disebut dengan kasih pengampunan.
Kalau kita belum terluka, kasih kita belum teruji kedalaman serta keluasannya. Banyak orang mengasihi orang yang juga mengasihi dia sendiri. Bagi Alkitab, ini bukanlah gambaran orang percaya melainkan praktik orang kafir. Orang percaya menyatakan kasihnya ketika ia sanggup mengampuni orang yang bersalah kepadanya. Kuasa pengampunan mendekatkan kita dalam persekutuan dengan Yesus Kristus. Disitu kita menjadi satu dalam persekutuan penderitaan Kristus.
Akhirnya, Drummond mengatakan bahwa ujian akhir dari agama bukanlah keagamaan itu sendiri, melainkan kasih. Injil mengatakan bahwa bukan mereka yang berseru "Tuhan, Tuhan!" yang akan masuk kedalam kerajaan Surga, melainkan mereka yang melakukan kehendak Allah. Dan kehendak Allah adalah supaya kita hidup saling mengasihi satu kepada yang lain.
Sikap keagamaan bisa dipalsukan agama bahkan bisa menjauhkan kita dari tindakan mengasihi. Namun mereka yang memiliki kasi yang sejati , tidak mungkin tidak beragama. Karena kasih seperti itu hanya mungkin diperoleh melalui sumber yang lebih tinggi, yang didalam diri NYA telah dinyatakan tindakan kasih yang teragung sepanjang sejarah manusia: Allah mengorbankan Anak NYA sendiri untuk menebus dan membebaskan kita dari kuasa dosa dan kuasa diri.

Minggu, 18 Desember 2016

Dari Iman dan Memimpin Kepada Iman.. Billy K

Apakah ini berarti kita mulai dari iman natural menuju kepada iman yang supernatural? Atau iman sederhana menuju kepada iman yang semakin lama semakin dalam?
Calvin mengatakan bahwa ketika iman kita mengalami kemajuan, maka kebenaran Allah juga bertambah dalam diri kita dan kepemilikan kita atas kebenaran itu semakin diteguhkan.
Penekanan Calvin disini bukanlah pada iman kita yang semakin lama semakin besar, namun pada fakta objektif bahwa kebenaran Allah menjadi semakin nyata dalam hidup kita.
Kita perlu berhati hati dengan kecenderungan spiritualitas yang menekankan pentingnya iman dan akhirnya bukan membawa orang kepada pemahaman akan Allah yang semakin besar, melainkan iman yang semakin besar.
Corrie ten Boom mengatakan kita bukan membutuhkan iman yang besar, melainkan iman kepada Allah yang Mahabesar. Kita tidak dipanggil untuk melihat kepada Tuhan Yesus. Kita tidak beriman kepada iman itu sendiri melainkan beriman kepada Allah. 
Iman hanyalah alat anugerah. Instrumen, yang melaluinya kita melihat kemahabesaran Allah yang sedang bekerja melalui kita.
Iman adalah percaya atas kesetiaan Allah. Kesetiaan Allah akan mendorong kita untuk tetap beriman (tetap setia kepada Allah).

Billy K., Aku, Diriku, dan Kebajikan.

Senin, 12 Desember 2016

A Difference Perspective.. 1Sam17

What a difference perspective can make. Most of the onlookers saw only a giant. David, however, saw a mortal man defying almighty God. Goliath was a target too big to miss. He knew he would not be alone when he faced Goliath; God would fight with him. He looked at his situation from God's point of view. Who or what are the giants are you facing? Viewing impossible situations from God's point of view helps us put giant problems in perspective. Once we see clearly, we can fight more effectively.
Critism couldnt stop David. While the rest of the army stood aroung, he knew the importance of taking action. With God to fight for him, there wasno reason to wait. People may try to discourage you with negative comments or mockery, but continue to do what you know is right. By doing what is right, you will pleasing God, whose opinion matters most.

Jumat, 09 Desember 2016

Obedience is Better Than Sacrifice.. 1Sam15

Saul thought he had won a great victory over the amalekites, but God saw it as a great failure because Saul had disobey HIM and then lied to Samuel about the result of the battle. Saul may have thought his lie wouldnt be detected, or that he did was not wrong, Saul was deceiving himself.
Dishonest people soon begin to believe your own lies, you deceive yourself, you alienate yourself from God, and you lose credibility in all your relationships, in the long run, honesty wins out.
Obedience is better than sacrifice, was Samuel saying that sacrifice is unimportant?
No, he was urging Saul to look at his reasons for making the sacrifice itself. A sacrifice was a ritual transaction between a person and God that physically demonstrated a relationship between them. But if the person's heart was not trully repentant or if he did not trully love God, the sacrifice was a hollow ritual. Religious ceremonies or rituals are empty unless they are performed with an attitude of love and obedience.
Being religious (going to church, serving a committee, giving to charity) is not enough if we do not act out of devotion and obedience to God.